
Remaja dan Cinta
Masa remaja adalah masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Masa transisi ini ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Menurut WHO usia remaja berkisar antara 12 -24 tahun, ini adalah masa peer grup, mereka lebih senang bersama dengan peer grupnya dan lebih mendengar apa kata temannya dibanding kata kata orangtua/gurunya.
Bersama Ibu Dr. Ernawati, S.Psi.,M.Psi. Seorang dosen Bimbingan Konseling Islam dan Psikologi Islam UIN Raden Mas Said Surakarta yang juga menjadi salah satu pengurus Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) kita akan membahas tentang remaja dan cinta.
Secara fitrah, salahkah jika seorang remaja mengalami jatuh cinta?
Perasaaan jatuh cinta pada remaja adalah hal yang wajar terjadi, perasaan ini normal dan harus diterima oleh remaja dan dipahami oleh orang tua/pendidik. Ketika rasa ini dirasakan oleh santri, hendaknya mereka didampingi dan diberi bekal ilmu tentang emosi cinta ini dan perubahan-perubahan apa saja yang akan dialami. Jika edukasi orang tua/pendidik tidak mereka dapat, mereka akan mencari ilmu dari sumber lain seperti medsos, apa kata teman atau belajar dari pengalaman mereka sendiri yang pada akhirnya sifatnya adalah trial and error (coba-coba).
Edukasi dan pendampingan seperti apa yang seharusnya dilakukan orang tua/pendidik ketika mengetahui anaknya jatuh cinta ?
Jika ibu sudah bisa memegang peranan sebagai madrasah pertama bagi anaknya, maka madrasah itu tentu mempunyai kepala sekolah dan kepala sekolah itu adalah Ayah. Rasa aman, nyaman, dan perlindungan yang kepala madrasah (Ayah) berikan inilah yang menjadikan anak perempuan menjadikan ayahnya sebagai hero-nya, sehingga ia tidak perlu mencari hero-hero lain.
Bagi anak laki-laki, Ayah adalah sosok teladan dalam melindungi, menghargai dan dalam memperlakukan perempuan . Latihlah ketrampilan sosial dan emosional anak laki-laki. Mereka harus memahami bahwa tidak apa-apa mengkomunikasikan perasaannya karena akan berguna untuk mengelola hubungan di masa depan, baik itu dalam romansa, pertemanan hingga profesionalnya kelak.
Bagaimana cara membangun ikatan emosional anak dan orang tua/pendidik?
Mendengarkan curhatan anak dengan antusias, penuh perhatian dan sediakan tempat yang nyaman bisa menguatkan ikatan emosional. Ketika anak sudah percaya dengan orang tuanya maka akan mudah bagi orang tua memahamkan ilmu- ilmu tentang kehidupan kepada anak-anaknya.
Remaja juga cenderung memiliki ambisi besar untuk sukses, dikarenakan semakin banyaknya role model yang mereka idolakan, maka tugas ayah dan ibu adalah membentuk konsep diri yang baik kepada anaknya. Ajari anak untuk mencintai dirinya sendiri dan penting sekali untuk menanamkan keimanan yang kuat bahwa Allah Maha Melihat, bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap apa yang kita lakukan.
Menarik sekali tentang peran Ayah bagi anak perempuan, dapatkah Ibu menjelaskan lebih dalam lagi?
Pada anak perempuan, jika kedekatan emosional sang anak dengan ayahnya baik, maka jatuh cinta pertamanya adalah kepada ayahnya. Artinya, kasih sayang yang tulus yang diberikan ayah kepada anak perempuannya membuat si anak punya kasih sayang yang cukup dalam dirinya. Kecukupan inilah yang akan menjadi benteng bagi sang anak, ketika ada laki-laki yang hanya ingin memanfaatkan dirinya atas nama cinta, dia akan kuat menahan dirinya untuk tidak terjerumus dalam rayuan gombal laki-laki yang hanya ingin mempermainkannya karena ia sudah cukup kasih sayang. Dia tidak perlu mencari kasih sayang di luar dirinya, apalagi dari laki-laki yang hanya mempermainkannya. Kalau pun akhirnya dia jatuh cinta, ia hanya sekedar kagum. Tidak sampai mudah terjerumus dengan cinta buta lalu menyerahkan harga dirinya, inilah bentuk mencintai diri dan menjaga diri bagi anak perempuan yang memilik konsep diri yang baik.
Bagaimana dampak gawai terhadap remaja masa kini?
Remaja khususnya generasi Z dan Alpha saat ini hidupnya dilengkapi oleh berbagai peralatan canggih karena kemajuan zaman. Mereka juga sangat ahli dalam penggunaan teknologi dan gawai. Namun, hal ini ternyata bisa membuat mereka sangat ketergantungan dan tidak bisa lepas dari pengaruh gawai canggih tersebut.
Banyak anak-anak yang bisa berjam-jam menghabiskan waktunya hanya untuk bermain sosial media. Mengendalikan anak dari negatifnya sosial media harus menjadi perhatian penting bagi orang tua saat ini. Keluarga khususnya orang tua harus memahami dan mengerti dulu perkembangan teknologi pada zaman sekarang, khususnya sosial media agar bisa memilah mana yang baik dan buruk dan tidak berdampak bagi anak.
Sebagai orang tua, kita boleh mengenalkan anak dengan internet tetapi harus ada batasannya dan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilihat di internet. Berikan anak gadget di usia yang tepat, protek situs yang negatif di internet. Jika di media sosial ada fitur keamanannya untuk anak, sebaiknya kita segera gunakan fitur tersebut untuk melindungi anak kita dari sesuatu yang negatif yang datangnya dari media sosial dan internet dan teliti semua aplikasi media sosial anak.
Perlu ada aktivitas atau media pengganti medsos itu yang bisa mengalihkan perhatian remaja untuk kegiatan positif. Beri dia ruang untuk melakukan berbagai kegiatan yang positif yang dapat membangun rasa percaya dirinya. (dew)