
GHAZWUL FIKRI: MEMBACA KESADARAN BERPIKIR MUSLIM HARI INI
Kemerdekaan sering dimaknai sebagai kebebasan dari penjajahan fisik, padahal hakikatnya jauh lebih luas dari sekadar terlepas dari kekuasaan bangsa lain. Dalam konteks kehidupan modern, penjajahan justru bertransformasi dalam bentuk yang lebih halus, melalui ide, budaya, dan pola pikir. Inilah yang disebut Ghazwul Fikri atau perang pemikiran, sebuah konsep yang menjadi tema utama dalam Ekspert Talk Series bertajuk “Benarkah Kita Sudah Merdeka?” yang diselenggarakan oleh Panitia Kaderisasi KAMMI Tingkat Komisariat, pada Sabtu, 11 Oktober 2025, di Aula STISHK Kuningan.
Acara yang dihadiri sekitar tiga puluh kader KAMMI ini menghadirkan Nisrina Maitsa Zakiyyah, yang merupakan Sekbid BPK PD Kuningan sebagai pemateri, dan dipandu oleh Irma Yulia selaku moderator dari Anggota Kaderisasi. Rangkaian kegiatan dimulai dengan tilawah, menyanyikan Hymne KAMMI, pembacaan Kredo Gerakan KAMMI, penyampaian materi, ice breaking, sesi tanya jawab, dan penutupan.
Nisrina selaku pemateri menyampaikan bahwa perang pemikiran adalah bentuk penjajahan yang menyerang nilai-nilai Islam melalui cara yang lembut dan persuasif. Ia menjelaskan bahwa kekuatan Islam pada masa lalu bukan hanya pada aspek spiritual, tetapi juga pada kemajuan ilmu pengetahuan, politik, dan budaya. Namun, sejak umat Islam melemah dalam aspek keilmuan dan kesadaran, banyak pihak berusaha melemahkan mereka bukan dengan kekerasan fisik, melainkan melalui ideologi dan gaya hidup yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Contoh nyata dari fenomena ini terlihat dalam budaya populer yang kini banyak dikonsumsi oleh generasi muda, seperti K-Pop, film-film romantis, dan tren pergaulan bebas yang dinormalisasi. Menurut Nisrina, berbagai bentuk hiburan tersebut secara perlahan memengaruhi cara berpikir umat Islam, menanamkan nilai-nilai asing, serta melemahkan identitas dan semangat perjuangan. Ia mengingatkan bahwa banyak kaum Muslim yang tidak menyadari bahwa apa yang mereka nikmati sesungguhnya merupakan bagian dari strategi global yang memanipulasi kesadaran dan pemikiran.
Pada sesi tanya jawab, peserta mengangkat isu tentang kesehatan mental dan kebutuhan akan hiburan. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana menempatkan hiburan, khususnya budaya populer seperti K-Pop, di tengah kondisi psikologis yang rentan. Menanggapi hal tersebut, pemateri menegaskan bahwa seorang Muslim perlu bijak dalam memilih hiburan. Alih-alih mencari pelarian yang justru melemahkan spiritualitas, umat Islam sebaiknya menyibukkan diri dengan aktivitas positif dan produktif yang dapat menguatkan iman, ilmu, serta kontribusi sosial.
Acara ini kemudian menjadi refleksi bersama bagi seluruh peserta bahwa kemerdekaan tidak hanya berarti bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga bebas dari dominasi ide dan nilai yang bertentangan dengan prinsip Islam. Umat Islam perlu memahami bahwa penjajahan modern kini hadir dalam bentuk normalisasi pemikiran, di mana nilai-nilai sekuler dan hedonistik disisipkan melalui media dan budaya populer secara masif.
Kegiatan Ekspert Talk Series ini diharapkan menjadi momentum bagi kader KAMMI, khususnya di lingkungan STISHK Kuningan, untuk memperkuat wawasan keislaman, memperdalam literasi ideologis, serta membentengi diri dari pengaruh perang pemikiran. Kesadaran terhadap Ghazwul Fikri menjadi langkah awal menuju kemerdekaan berpikir yang semestinya, yaitu kemampuan menilai, memilih, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai Islam.

