
Belajar dari Keruntuhan Turki Utsmani
Kajian Itikaf di Masjid Husnul Khotimah, 23 Maret 2025
Oleh: KH. Dwi Basyuni Natsir, Lc.
⸻
Turki Utsmani adalah kekhalifahan Islam terakhir yang berkuasa selama lebih dari 600 tahun. Kejayaannya membentang di tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa. Tidak semua bangsa memiliki pencapaian sebesar ini. Oleh karena itu, ketika membahas Turki Utsmani, kita tidak hanya mengambil pelajaran dari kejatuhannya, tetapi juga dari kejayaannya. Sebab, apa yang terjadi pada suatu bangsa adalah bagian dari sunnatullah, pelajaran bagi umat Islam agar bisa memahami sebab-sebab kejayaan dan kehancuran suatu peradaban.
Kehebatan Turki Utsmani dan Jihad Islam
Rasulullah ﷺ telah menyampaikan dalam haditsnya bahwa Konstantinopel akan ditaklukkan oleh pasukan terbaik yang dipimpin oleh panglima terbaik. Hal ini terbukti dengan keberhasilan Sultan Muhammad Al-Fatih dalam menaklukkan kota tersebut. Turki Utsmani tidak hanya berperan dalam penaklukan Konstantinopel, tetapi juga dalam menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Eropa dan melindungi umat Islam di berbagai belahan dunia.
Pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman Al-Qanuni, Turki Utsmani mencapai puncak kejayaannya. Bahkan, dalam sebuah pertempuran melawan 21 negara Eropa yang bersekutu dengan Vatikan, pasukan Turki mampu meraih kemenangan hanya dalam waktu yang singkat. Kemenangan ini bukan hanya karena kekuatan militer, tetapi juga strategi dan mentalitas pejuang yang luar biasa.
Salah satu contoh kehebatan strategi militer Turki Utsmani adalah saat Muhammad Al-Fatih mengangkut kapal-kapalnya melewati bukit dalam satu malam untuk mengepung Konstantinopel. Ini adalah pencapaian luar biasa yang menunjukkan betapa gigihnya umat Islam pada masa itu dalam berjihad di jalan Allah.
Penyebab Kemunduran dan Keruntuhan Turki Utsmani
Namun, kejayaan ini tidak bertahan selamanya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya Turki Utsmani, antara lain:
1. Perebutan Kekuasaan Internal
Dalam beberapa generasi, perebutan kekuasaan di dalam keluarga kerajaan sering kali berujung pada pembunuhan saudara sendiri. Hal ini melemahkan stabilitas internal dan menyebabkan konflik yang berkepanjangan.
2. Wilayah Kekuasaan yang Terlalu Luas
Mengelola wilayah yang sangat luas bukanlah hal mudah. Komunikasi dan administrasi menjadi tantangan besar. Hal ini mirip dengan pengelolaan lembaga pendidikan atau pesantren yang semakin luas, semakin sulit dikendalikan tanpa sistem yang baik.
3. Kerjasama dengan Pihak Asing
Ketika Turki Utsmani mulai bergantung pada pihak asing dalam berbagai aspek, termasuk ekonomi dan militer, mereka justru dimanfaatkan oleh kekuatan luar. Dalam Perang Dunia I, Turki Utsmani memilih bergabung dengan blok yang salah, yang akhirnya membawa mereka pada kekalahan dan pembubaran kekhalifahan.
4. Krisis Ekonomi dan Utang
Perang yang berkepanjangan menyebabkan pengeluaran besar-besaran. Untuk menutupi biaya perang, Turki Utsmani mulai bergantung pada pinjaman dari negara-negara Barat. Hal ini melemahkan kedaulatan ekonomi mereka dan memberi celah bagi kekuatan asing untuk mengontrol kebijakan negara.
5. Gerakan dari Dalam: Turki Muda
Munculnya kelompok “Turki Muda” yang didukung oleh kekuatan asing semakin melemahkan kekhalifahan. Mereka menyebarkan ide-ide sekularisme dan nasionalisme, yang akhirnya berujung pada penghapusan sistem khilafah oleh Mustafa Kemal Ataturk.
Pelajaran untuk Umat Islam Hari Ini
Setelah runtuhnya Turki Utsmani, umat Islam tidak lagi memiliki pemimpin tunggal yang bisa menyatukan mereka. Negara-negara Islam terpecah-belah menjadi bangsa-bangsa kecil yang dikuasai oleh kepentingan asing.
Sementara itu, di sisi lain, bangsa-bangsa non-Muslim justru bersatu dalam berbagai aliansi, seperti Uni Eropa dan NATO. Ini menjadi pelajaran bagi umat Islam agar bisa kembali bersatu dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.
Hari ini, kita menyaksikan penderitaan saudara-saudara kita di Palestina, Suriah, dan berbagai belahan dunia lainnya. Dulu, ketika masih ada khilafah, umat Islam memiliki kekuatan yang disegani dan mampu melindungi kaum Muslimin dari penindasan. Namun, setelah perpecahan terjadi, kita menjadi lemah dan mudah ditindas.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk kembali kepada ajaran Islam yang benar. Jika tidak bisa bersatu dalam satu negara, minimal kita harus menjaga ukhuwah Islamiyah di tengah perbedaan yang ada. Jangan sampai umat Islam justru berpecah-belah hanya karena perbedaan kecil, seperti perbedaan jumlah rakaat tarawih.
Kita juga harus belajar dari kesalahan Turki Utsmani dalam hal kepemimpinan, ekonomi, dan strategi politik agar umat Islam di masa depan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Penutup
Semoga kajian ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Mari kita terus memperbaiki diri, memperkuat ukhuwah Islamiyah, dan berkontribusi dalam membangun kembali kejayaan umat Islam, dimulai dari lingkungan kita sendiri.
Wallahu a’lam bish-shawab.