Aku Memang Cinta

Aku Memang Cinta

Aku telah jatuh cinta sejak masih belia. Namun tak pernah berani mengungkapkan. Apalah daya, aku hanyalah anak kampung yang sejak kecil tak lagi bersama ayah.

Rasa itu kupendam diam-diam. Kadang menyengaja ke perpustakaan sendirian demi menemukan dirinya. Bisa melihatnya sangat menggembirakan. Maka tak usah heran kalau waktu SMP aku telah menduduki peringkat satu sebagai pengunjung tersering ke perpustakaan. Kenapa? Karena di sana ada cintaku. Ada yang membuatku bergetar gembira. Betah tanpa hirau teman yang lain sedang apa.

Waktu SMA, masih sesekali kutemukan ia di perpustakaan. Entahlah apa karena rasa yang menggemuruh ini sedikit memudar sehingga aku jarang-jarang melihatnya. Atau karena aku telah terjerat pada yang lain yang tak meliuk-liuk, mendayu-dayu. Bisa jadi, karena aku banyak berkutat dengan angka-angka dipadukan dengan rumus-rumus nyaris tiap hari. Bisa dibayangkan jika sepekan harus 8 jam berkubang dengan hitungan matematika, plus 6 jam mengulik rumus-rumus fisika masih 4 jam lagi bercengkerama dengan deretan bahasa kimiawi. sedangkan si dia paling hanya dua jam, itupun tak selalu tiap pekan, hanya sesekali saja.

Sepertinya memang aku sempat jatuh cinta pada yang lain. Berjam-jam betah di depan lampu teplok yang sekarang tinggal kenangan, demi memuaskan diri pada kecintaan yang lain. Agar esok pagi minimal angka 8 dituliskan guru pada lembar kerjaku, apalagi kalau sampai 10 rasanya hanya inilah yang perlu kucintai. Bahkan kukejar hingga ke perguruan tinggi. Namun sayangnya kecintaanku yang satu ini kandas.

Meski kandas, aku tak lantas meratapi nasib, masih ada kesempatan sekali lagi. Ternyata kesempatan kedua bukan mendapati apa yang kuharapkan, justru terlempar jauh pada dunia yang dulunya sama sekali tak masuk hitungan. Jadilah aku pontang-panting karena ini tetaplah pilihanku, meski bukan berdasarkan suatu kesengajaan. Akibatnya cintaku yang pertama terpuruk entah kemana.

Menjelang wisuda, waktu luang juga cukup banyak. Aku main-main ke mall sekedar jalan-jalan. Tak diduga tak disangka di sana istilah anak jaman sekarang aku mengalami CLBK, ya kutemukan kembali cintaku di mall itu. Di antara buku-buku yang dipajang.

Kini kalau kumengenang kembali, ternyata tak sepenuhnya aku bersamanya. Lebih banyak waktu untuk yang lain. Bahkan akhir-akhir inipun aku hanya bisa sesekali bercengkerama bersamanya. Lagi-lagi angka-angka itulah yang menyibukkanku akhir-akhir ini. Bukan angka uang lho, tapi angka salah satu jalan menuju masa depan anak didik kami. Ya, aku sebagai penanggung jawabnya kini.

Ah, perjalanan panjang ini ternyata baru menelorkan beberapa buah kecintaan. Satu dirawat teman dimasukkan ke dalam Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf, Aku mencoba sendiri merawatnya menjadi Sepotong Doa dan Fatamorgana. Penamas mengajak barengan dalam Balada Seorang Lengger. Dunia maya juga mengajak berkolaborasi menghasilkan Membaca Zaman, Menata Rindu, Hotosangu, juga Pelangi dalam Aksara. Belum lagi beberapa yang aku harus menjadi bidannya. Sebagian lagi terserak di majalah dan dunia maya.

TAGS
Share This
WHATSAPP