
Perbedaan Madzhab dalam Menentukan Awal Puasa Berdasarkan Ru’yatul Hilal
Disampaikan oleh KH. Sufyan Nur, Lc., MA.
Alhamdulillah, pada malam hari ini kita dapat berkumpul untuk mengkaji salah satu topik penting dalam fiqih, yaitu perbedaan pendapat para ulama dalam menentukan awal puasa berdasarkan ru’yatul hilal.
Topik ini telah menjadi perbincangan para ulama sejak dahulu. Pertanyaannya adalah: apakah terlihatnya hilal di suatu negeri mengharuskan seluruh umat Islam di dunia untuk berpuasa, ataukah penentuan awal puasa tetap mempertimbangkan perbedaan lokasi geografis?
Para ulama telah membahas permasalahan ini secara mendalam dan menghasilkan beberapa pendapat yang berbeda.
⸻
Perbedaan Pendapat dalam Madzhab
Para ulama ahli fiqih berbeda pendapat dalam menetapkan apakah ru’yatul hilal di suatu negeri berlaku secara umum untuk seluruh umat Islam atau hanya berlaku untuk penduduk setempat. Secara garis besar, terdapat dua pendapat utama:
1. Pendapat pertama: Jika hilal sudah terlihat di suatu negeri, maka semua umat Islam di seluruh dunia wajib mengikuti ketetapan tersebut dan berpuasa secara serentak.
2. Pendapat kedua: Awal puasa dapat berbeda di setiap wilayah sesuai dengan perbedaan tempat munculnya hilal (ikhtilaf matali’), sehingga tidak semua negeri wajib mengikuti rukyat dari negeri lain.
Pendapat kedua ini berlandaskan pada kenyataan bahwa perbedaan geografis menyebabkan perbedaan waktu terbitnya matahari. Sebagaimana matahari terbit lebih dahulu di Papua dibandingkan di Jawa, demikian pula dengan kemungkinan munculnya hilal yang tidak selalu bersamaan di setiap wilayah.
Dari dua pendapat utama tersebut, ulama fiqih dari empat madzhab besar juga memiliki pandangan yang beragam:
1. Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa jika hilal terlihat di suatu negeri, maka seluruh umat Islam wajib mengikuti hasil rukyat tersebut. Mereka berpegang pada prinsip kesatuan awal bulan dalam Islam, sehingga tidak ada perbedaan waktu dalam memulai puasa.
2. Madzhab Maliki
Madzhab Maliki berpendapat bahwa rukyat hilal berlaku untuk daerah yang masih dalam satu wilayah hukum atau administratif. Jika suatu negeri melihat hilal, maka negeri-negeri di sekitarnya yang masih dalam cakupan satu pemerintahan juga wajib mengikuti ketetapan tersebut.
3. Madzhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa ikhtilaf matali’ (perbedaan tempat munculnya hilal) harus diperhitungkan. Jika hilal terlihat di suatu negeri, maka tidak otomatis berlaku bagi negeri lain yang jauh. Setiap wilayah memiliki rukyatnya masing-masing, dan keputusan kepala negara dalam menetapkan awal puasa menjadi pegangan bagi rakyatnya.
Dalil yang digunakan oleh madzhab Syafi’i adalah kisah Ibnu Abbas dan Quraib, di mana Quraib melihat hilal di Syam pada malam Jumat, tetapi Ibnu Abbas yang berada di Madinah tetap berpuasa sesuai dengan rukyat di Madinah dan tidak mengikuti rukyat Syam.
4. Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali memiliki pendapat yang mirip dengan madzhab Syafi’i, yaitu mempertimbangkan perbedaan tempat munculnya hilal. Jika hilal terlihat di suatu wilayah, maka tidak otomatis berlaku bagi wilayah lain yang berjauhan.
⸻
Keputusan Pemerintah dan Persatuan Umat
Dalam praktiknya, keputusan tentang awal Ramadan dan Idul Fitri di setiap negara umumnya ditentukan oleh pemerintah berdasarkan hasil ru’yatul hilal atau hisab. Dalam Islam, keputusan seorang pemimpin dapat menghilangkan perbedaan pendapat di tengah masyarakat (hakim yarfa’ul khilaf). Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk mengikuti keputusan pemerintah setempat demi menjaga persatuan dan menghindari perpecahan.
Meskipun terdapat perbedaan pandangan fiqih, para ulama sepakat bahwa puasa harus dimulai dengan keyakinan berdasarkan dalil yang kuat, baik melalui ru’yatul hilal maupun hisab. Jika terjadi perbedaan dalam penentuan awal puasa, maka kita dianjurkan untuk mengikuti keputusan ulil amri (pemerintah) agar tidak terjadi kebingungan di tengah umat.
⸻
Kesimpulan
1. Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan awal puasa: ada yang mewajibkan seluruh umat Islam mengikuti satu rukyat global, sementara yang lain berpendapat bahwa setiap wilayah memiliki rukyatnya sendiri.
2. Perbedaan pendapat ini didasarkan pada dalil-dalil yang kuat, baik dari Al-Qur’an, hadis, maupun logika fiqih.
3. Dalam praktiknya, keputusan pemerintah setempat memiliki peran penting dalam menentukan awal puasa untuk menjaga kesatuan umat Islam di suatu wilayah.
Semoga kajian ini bermanfaat dan semakin menambah pemahaman kita tentang fiqih Islam.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.