Segelas Air Putih

Segelas Air Putih

Kehidupan yang bergulir ini laksana kehidupan dalam alam mimpi. Bila difahami dengan perspektif metakognetif. Realitas nilai material atau suatu perbuatan dalam kehidupan ini kenyataannya akan dinilai lebih besar daripada apa yang terlihat.

Manusia itu tertidur bila tiba ajal kematianya maka dia terjaga kesadaran yang sesungguhnya. Kesadaran mengerti hakikat nilai sesuatu terpaut dengan cara pandang dari sudut dimensi spritual atau kontekstual kondisi tertentu yang menumbuhkan pemahaman mendalam. Pemahaman semacam itu sangat lazim bagi kalangan ahlul hikmah. Kitab suci dan hadis tidak sedikit mengisahkan nilai amal perbuatan di dunia akan berlipatganda kelak di akhirat nanti.

Kisah sahabat Nabi SAW yang bernama Sya’ban cukup untuk dijadikan sandaran pandangan akan hakikat nilai sesuatu. Allah memperlihatkan besaran pahala dari amal perbuatan yang dia kerjakan hingga ia berteriak saat ajal menjemput. “Aduh, mengapa tidak lebih jauh? Aduh, mengapa tidak yang baru? Aduh, mengapa tidak semuanya?”

Sya’ban melihat besaran pahala langkah kakinya menuju shalat berjamaah bersama Nabi SAW, pahala baju usang yang ia berikan pada orang yang kedinginan dan pahala roti dengan segelas susu yang ia berikan pada orang yang kelaparan.

Dalam kontekstual kondisi tertentu terkadang suatu pandangan dapat menuntun pemahaman manusia pada tingkat kesadaran yang mendalam. Betapa menghunjam nasehat Abu As-Sammak (ulama karismatik yang tawadhu) pada hati Khalifah Harun Al-Rasyid dari Dinasti Bani Abbasiyah yang kekuasaannya meliputi negara yang amat luas.

Saat pelayan datang membawa segelas air untuk Khalifah Harun Al-Rasyid, dan ketika dia bersiap untuk meminumnya, Abu As-Sammak berkata: “Tunggu sebentar wahai Amirul Mukminin. Demi Allah, aku mengharap agar pertanyaanku dijawab dengan kejujuranmu. Seandainya Anda berada dalam kehausan yang tak tertahan lagi, tapi segelas air ini tak dapat anda minum, berapa harga yang bersedia anda bayar demi melepaskan dahaga?”

“Setengah dari yang kumiliki,” ujar sang Khalifah dan langsung meminum segelas air tersebut. Beberapa saat kemudian Abu As-Sammak bertanya kembali, “Seandainya apa yang  telah Anda minum tadi tak dapat keluar kembali, sehingga mengganggu kesehatan Anda, berapakan Anda bersedia membayar untuk kesembuhan anda?”

 “Setengah dari yang kumiliki.” jawab Khalifah Harun Al-Rasyid tegas. “Ketahuilah bahwa seluruh kekayaaan dan kekuasaan di dunia yang nilainya hanya seharga segelas air tidak wajar direbutkan atau dipertahankan tanpa hak dan kebenaran.” kata Abu As-Sammak kepada Khalifah Harun Al-Rasyid.

Mengasah ketajaman pikiran untuk dapat memahami nilai hakikat sesuatu dalam kehidupan dunia ini akan mengantarkan manusia kepada wilayah kearifan. Kemulian budi pekerti seseorang akan terus tumbuh di tengah lingkungan yang baik. Kebersamaan yang saling menghargai dalam ruang sosial merupakan pancaran wisdom dari pemahaman yang mendalam akan sebuah nilai.

Maka keteraturan tatanan hidup akan terus meningkat melahirkan peradaban yang mempunyai parameter value yang terus dijadikan landasan hidupnya. Karena itu, mengajarkan value kearifan hidup pada generasi muda merupakan tugas urgent. Value yang sudah tertanam akan mendrive dan mengendalikan tutur kata, sikap dan prilaku sesuai dengan nalar logis.

Pengetahuan tentang hakikat nilai menghasilkan prinsip hidup yang akan menuntun secara konsisten dalam mewujdkan cita-cita. Teruslah berlatih menemukan hakikat nilai hidup dari setiap jenak peristiwa yang dialami maupun yang melintas dari kehidupan ini agar jiwa selalu lebih kuat dalam memikul tanggung jawab.

TAGS
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)
Disqus ( )
WHATSAPP