Santri dan Politik

Santri dan Politik

Genetisnya santri itu akrab dengan politik. Sejak masa penjajahan Belanda, peran santri sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan, mengangkat senjata bersama para ulama. Menjelang kemerdekaan turut serta dalam menyusun konstitusi negara, yang kemudian mengantarkan Ir Soekarno sebagai presiden pertama.

Ketika Belanda memaksakan diri untuk kembali menguasai Indonesia, maka KH Hasyim As’ari mengumandangkan semangat perlawanan yang disebut dengan Resolusi Jihad. Maka, pecahlah peristiwa heroik di Surabaya yang menewaskan Jenderal Malaby. Peristiwa tersebut kini diperingati sebagai Hari Pahlawan, sedangkan tanggal dikeluarkannya Resolusi Jihad diperingati sebagai hari santri.

Jadi, berdasarkan peristiwa tersebut sudah seharusnya santri memiliki pegangan yang kuat dalam memandang kiprah di dunia politik dan pemerintahan. Kaum santri tidak cukup hanya terus menerus menekuni dan mengkaji kitab-kitab klasik dan keagamaan seja, tapi jiwa nasionalisme dan pemahaman perpolitikan turut ditanamkan.

Terdapat tiga doktrin santri sebagaimana yang pernah dsampaikan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin yaitu hubbul wathan minal iman, hifdzul mitsaq, dan khalifah fil ardh.

Cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Karena tiap santri siap melakukan apa saja untuk membela, memperjuangkan, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Langkah nyata para santri yang bahu membahu dalam memperjuangkan kemerdekaan semasa penjajahan. Bahu membahu dengan tentara menjaga keutuhan negara saat agresi militer Belanda.

Hifdzul mitsaq, bahwa negara ini telah merupakan kesepakatan yang perlu tetap dijaga keutuhannya. Tidak terpolarasasi berdasarkan kepentingan sesaat atau kepentingan suku.

Semangat memakmurkan bumi, sejalan dengan perintah Allah karena jabatan manusia itu sebagai khalifah fi ardh. Memakmurkan tidak dengan cara semaunya sendiri, demi keuntungan diri dan golongannya, akan tetapi perlu menaati rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh swt. Untuk mengembannya dibutuhkan ilmu pengetahuan. Maka santri sudah pas posisinya yang semangat dalam menuntut ilmu baik ilmu-ilmu agama maupun sain teknologi.

Masih menurut Ma’ruf Amin bahwa santri itu bertugas melakukan perbaikan-perbaikan. Langkah santri bukan untuk kedudukan tapi melakukan perbaikan. Oleh karena itu, santri siap menerima tugas apapun ketika dipercaya untuk berkiprah.

Untuk dapat melakukan perbaikan-parbaikan di masyarakatan maka diperlukan adanya kedudukan, yang sebagiannya merupakan jalan melalui proses politik, maka sudah sewajarnya santri untuk melek politik, bukan jamannya apatis terhadap politik. Kiprah santri sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dari sanalah santri berperan penting dalam menggemakan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan kemaslahatan masyarakat.

Esensi politik yang sebenarnya bukanlah ajang perebutan kekuasaan akan tetapi sebagaimana yang dijelaskan oleh imam Al Ghazali yaitu pelayanan penguasa kepada rakyatnya, dalam istilah Al Qur’annya adalah amar makruf nahi munkar. Jadi menjalankan politik tidak hanya berkutat pada pergantian pemimpin dan pembangunan insfrastruktur secara fisik, tapi juga berperan aktif dalam mengentaskan problematika degrasi moral yang sedang melanda bangsa ini.

Seorang santri harus paham terhadap politik agar  terjadi sinergi dan semangat dalam berpolitik dengan latar belakang pesantren yang mengorientasikan pada kepentingan bersama, menghapus stigma dan cara pandang masyarakat yang menganggap dunia politik itu dunia yang tidak baik, mengedukasi dan membangun pondasi pemahaman yang baik tentang pembangunan bangsa.

Secara tidak langsung santri telah menempuh bekal untuk berkiprah di kancah politik. Ada pendidikan hablum minallah, minannas. Santri berorganisasi dalam dalam berbagai bidang, yang jauh lebih variatif dibandingkan dengan pendidikan umum.

TAGS
Share This
WHATSAPP