
Yayasan Husnul Khotimah: Dari jalsah ke digitalisasi
KUNINGAN (3/7/2025) – Menyambut Tahun Ajaran Baru 2025/2026, Yayasan Husnul Khotimah menggelar kegiatan Jalsah Ta’akhi yang diikuti oleh tidak kurang dari 700 pegawai dari HK1 dan HK2. Kegiatan yang dipusatkan di Masjid Husnul Khotimah ini menjadi ajang silaturahim bulanan sekaligus wadah penyampaian kebijakan strategis menjelang kedatangan santri baru.
Kepala Divisi HRD dan Personalia, H. Sanwani, SH., menjelaskan bahwa forum ini bertujuan memperkuat ukhuwah antarpegawai, menyatukan pemahaman terhadap visi lembaga, serta meningkatkan kesiapan menghadapi awal tahun ajaran baru. Dalam kesempatan tersebut, ia juga secara resmi meluncurkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Pegawai Husnul Khotimah, sebuah platform digital terpadu yang dirancang untuk mengelola data kepegawaian secara efisien dan profesional.
SIM Pegawai mencakup fitur-fitur penting seperti data absensi, biodata pegawai, riwayat pendidikan dan pelatihan, keahlian, informasi keluarga, pengalaman kerja, slip gaji, serta penilaian kinerja. Peluncuran sistem ini disebut sebagai bagian dari transformasi digital yayasan untuk mendukung pengelolaan sumber daya manusia yang lebih modern dan terintegrasi.
Selain itu, H. Sanwani juga menekankan pentingnya nilai spiritual dalam lingkungan kerja. Salah satu program unggulan yang terus dijalankan adalah ODOJ (One Day One Juz), di mana seluruh pegawai tergabung dalam grup WhatsApp untuk membaca satu juz Al-Qur’an setiap hari dan melaporkan capaian bacaan secara rutin. Program ini tidak hanya meningkatkan interaksi rohani, tetapi juga menciptakan semangat kolektif yang membawa keberkahan dalam aktivitas harian.
Ketua Umum Yayasan Husnul Khotimah, KH. Mu’tamad, Lc., dalam sambutannya mengangkat tema hijrah secara maknawi sebagai refleksi menyambut Tahun Baru Hijriyah 1447 H. Beliau mengutip sabda Nabi Muhammad SAW yang menegaskan bahwa hijrah tidak lagi sebatas berpindah tempat, melainkan berpindah perilaku dan sikap menuju kehidupan yang lebih baik sesuai tuntunan Allah SWT.
KH. Mu’tamad menjelaskan bahwa hijrah dapat dimaknai dalam tiga dimensi utama. Secara personal, hijrah berarti berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Secara sosial, pegawai diharapkan menjadi insan yang bermanfaat dan membawa ketenangan di lingkungan sekitarnya. Sedangkan dalam dimensi dakwah, para pendidik dan pengasuh santri diminta untuk terus istiqamah dalam menanamkan nilai-nilai Islam dan membimbing santri menjadi generasi da’i dan da’iyah yang berkarakter kuat.
Tausiyah utama dalam acara ini disampaikan oleh Kiyai Sepuh Yayasan, KH. Amam Badruttamam, Lc., yang mengangkat tema “Hijrah dan Siklus Kehidupan.” Beliau mengingatkan bahwa kehidupan manusia berjalan dalam siklus naik dan turun. Ada masa senang dan masa susah, kemenangan dan ujian. Yang terpenting, menurut beliau, bukan menghindari fase sulit, tetapi bagaimana memperlambat datangnya kemunduran dan memperpanjang masa kejayaan.
Dalam menyikapi dinamika itu, KH. Amam menekankan pentingnya komitmen terhadap visi dan misi lembaga, kesiapan untuk terus melakukan evaluasi, dan keikhlasan dalam menjalankan setiap peran—sekecil apapun kontribusinya. Ia mencontohkan bagaimana struktur sekecil pentil pada roda bisa menentukan jalannya kendaraan, menandakan bahwa tidak ada posisi yang tak bermakna jika dijalankan dengan sungguh-sungguh.
Lebih jauh, KH. Amam mengibaratkan Yayasan Husnul Khotimah seperti sawah pendidikan. Prosesnya panjang, dari mencangkul, menanam, memupuk, hingga memanen. Dalam perjalanan itu, seringkali muncul godaan untuk mengejar “hasil instan” yang diibaratkan dengan istilah “simen” dan “betok” dalam budaya tani. Namun beliau mengingatkan agar seluruh elemen yayasan tetap fokus pada proses pendidikan yang berkelanjutan, bukan sekadar hasil sesaat.
Dalam tausiyahnya, beliau juga menyampaikan lima langkah penting agar tetap istiqamah dalam berhijrah. Pertama, meluruskan niat karena niat menjadi fondasi diterimanya amal. Kedua, menjalankan syariat dengan penuh keyakinan dan tanpa keraguan. Ketiga, melatih diri melalui riyadhah, sebab istiqamah lahir dari proses mujahadah. Keempat, menguatkan keimanan yang diwujudkan melalui kesabaran dan keteguhan hati. Kelima, memperbanyak doa agar tidak hanya bergantung pada sistem atau kecanggihan teknologi, tetapi tetap bersandar pada pertolongan Allah SWT.
Menutup tausiyah, KH. Amam mengingatkan tentang bahaya penyakit hati seperti dengki (ghil) yang berawal dari prasangka buruk (su’udzan) dan berkembang menjadi kebencian. Ia menekankan pentingnya menjaga kebersihan hati agar ukhuwah dan semangat kerja kolektif tetap terjaga dalam lingkungan lembaga.

