SEMPURNAKAN HIDUP DENGAN SYUKUR YANG TAK MEREDUP

SEMPURNAKAN HIDUP DENGAN SYUKUR YANG TAK MEREDUP

Syukur adalah bentuk pengakuan tertinggi atas segala nikmat yang telah Allah SWT anugerahkan kepada kita. Syukur bukan sekadar ucapan “Alhamdulillah”, tetapi merupakan sikap hidup yang mencerminkan kesadaran, kerendahan hati, dan kecerdasan spiritual. Orang yang bersyukur akan tahu diri, tidak sombong, tidak lalai, dan selalu merasa cukup.

Islam menempatkan syukur sebagai kunci kebahagiaan dunia dan akhirat. “Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS. Ibrahim: 07).

Ayat tersebut menegaskan bahwa syukur bukan hanya pengakuan, melainkan juga jalan untuk mendapatkan tambahan nikmat. Bersyukur dapat meluaskan pandangan, memperhalus perasaan, dan memperkokoh keimanan.

Rasulullah SAW, memberikan panduan dalam bersyukur. “Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian dan jangan melihat kepada orang yang berada di atas kalian. Itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah atas kalian.” (HR. Muslim).

Hadis di atas telah mengajarkan kita tentang cara bersyukur yang praktis dan psikologis, agar tidak iri, tidak gelisah, dan selalu merasa cukup.

Dalam ilmu psikologi modern, terutama dalam bidang psikologi positif, syukur terbukti mampu meningkatkan kualitas hidup seseorang. Dr. Robert Emmons, seorang pakar syukur dari University of California, menemukan bahwa orang yang secara konsisten mencatat tiga hal yang mereka syukuri setiap hari selama 21 hari menunjukkan peningkatan signifikan dalam kebahagiaan dan kepuasan hidup.

Termasuk, menulis jurnal syukur adalah salah satu media sederhana tapi sangat efektif untuk melatih rasa syukur setiap hari. Cukup dengan mencatat 3 halaman yang membuat kita bersyukur hari itu, kita sedang melatih mata hati untuk melihat nikmat, bukan kekurangan.

Sebagai refleksi penutup. Bayangkan beberapa lembar tisu, apakah bisa menutupi seluruh kompleks Pondok Pesantren Husnul Khotimah? Tentu tidak. Tetapi, jika lembaran tisu itu digunakan untuk menutup mata kita, maka seluruh pesantren bisa tampak gelap. Begitulah perumpamaan hati yang tertutup oleh keluh kesah. Jangan sampai, masalah kita yang mungkin belum selesai, hajat kita yang mungkin belum tercapai, yang mungkin hanya secuil seperti beberapa lembar tisu, bisa menutup mata kita dari jutaan nikmat lainnya yang Allah SWT beri.

Jangan sampai selembar masalah menutupi pandangan kita terhadap lautan karunia Allah SWT. Karena bersyukur ibarat menghitung cahaya bintang di langit malam, semakin kita hitung satu per satu cahayanya, maka semakin banyak pula cahaya yang muncul.

 

TAGS
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)
Disqus ( )
WHATSAPP