
24 Jam yang Sama
Dalam suatu majelisnya, Rasulullah bertanya kepada para sahabatnya tentang ibadah yang mereka lakukan. Dari Abu Hurairah, dia berkata: Bersabda Rasulullah SAW: “Siapakah di antara kalian yang hari ini berpuasa?” Abu Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi: ”Siapakah di antara kalian yang hari ini mengantar jenazah?” Abu Bakar menjawab; “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi: “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Abu Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi: ”Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab: ”Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda: ”Tidaklah semua amal di atas terkumpul pada diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.”(HR. Muslim no 1028).
Seorang Abu Bakar tidaklah ada niat untuk memamerkan rutinitas ibadahnya, apalagi merasa sombong, melainkan untuk menjadi pemicu semangat bagi sahabat yang lain. Pun demikian dengan diri kita, setiap pekan mungkin kita selalu mengisi mutaba’ah yaumiyah. Seperti kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat, hanya saja berbeda masalah teknis. Jika sekarang bisa dengan membuat catatan, atau kolom aktifitas atau bahkan bisa melalui format digital. Zaman dulu tidak demikian.
Mutaba’ah yaumiyah yang kita isi bersama dengan teman grup ngaji, bisa kita jadikan muhasabah. Karena kita tahu kalau keimanan itu naik dan turun. Allah telah memberikan waktu yang sama, 24 jam sehari. Capaian target amalan yaumiyah kita, terkadang kalah dengan Fulanah. Muncul pertanyaan dalam benak kita kenapa Fulanah bisa tepat waktu sholatnya, kenapa Fulanah bisa puasa Senin dan Kamis, kenapa Fulanah sempat baca Al Qur’an 1 juz sehari, kenapa Fulanah mampu menambah hafalannya, kenapa Fulanah masih sempat membaca buku, kenapa Fulanah mau menyisihkan rezekinya untuk berinfaq, kenapa Fulanah senang berolah raga. Julid rasanya, kalau kita menganggap Fulanah banyak waktu nganggurnya. Justru seharusnya amalan yaumiyah Fulanah ini bisa meresonansi kita, sehingga kita bisa melakukan apa yang Fulanah lakukan.
Ada sedikit kisah tentang Sultan Muhammad Al Fatih yaitu kisah ketika pemilihan imam shalat Jum’at. Sebelum menaklukkan Konstantinopel, Sultan Al Fatih dan pasukannya melaksanakan sholat Jum’at yang disebut sebagai sholat Jum’at terbesar dalam sejarah. Awalnya, semua orang yang ditanyai dalam posisi berdiri. Lalu dimulailah pertanyaan itu. Pertanyaan pertama, “Siapa yang sejak akhil baligh pernah meninggalkan shalat wajib lima waktu maka duduklah!” Subhanallah tidak seorangpun yang duduk. Pertanyaan kedua, siapakah yang sejak akhil baligh pernah meninggalkan shalat sunnah rawatib maka duduklah!” Sebagian pun mulai ada yang duduk. Pertanyaan terakhir adalah, “Siapa yang dari Akhil baligh pernah meninggalkan shalat tahajud maka duduklah!” Semua pun pada akhirnya kembali duduk kecuali Muhammad Al Fatih.
Besar manfaatnya melaksanakan amal yaumiyah karena Allah semata. Allah telah menyiapkan balasan pahala dan kedudukan mulia disisi-Nya. Begitulah Muhammad Al Fatih yang selalu menjaga amal yaumi hingga Allah menjadikan dia sosok besar di usia muda. Penaklukan kota Konstantinopel adalah karya fenomenalnya. Wallahu A’lam Bishawab. Semoga Allah senantiasa memberikan kita hati yang bersih sehingga mudah menangkap resonansi kebaikan dari manapun. Aamiin.