
INDAHNYA MELAYANI
Memimpin dan melayani bangsa adalah cita-cita para kader dakwah. Seorang dai harus bisa menjadi pemimpin yang benar-benar melayani siapa pun, karena melayani/menolong seseorang merupakan salah satu kewajiban seorang pemimpin. Allah senantiasa memberikan pertolongan dan pelayanan-Nya kepada hamba-Nya yang selalu menolong dan melayani saudaranya. Semangat melayani ini harus muncul dari kesadaran diri, sehingga pelayanan yang diberikan benar-benar karena cinta, bukan karena tugas atau pengaruh eksternal.
Rasulullah adalah sosok pemimpin yang luar biasa dalam memberikan pelayanan kepada umatnya. Beliau memuliakan tamu yang datang kepadanya. Bila berjalan dengan orang yang lemah, beliau mengiringkan di belakang sambil mendoakannya.
Beberapa riwayat sungguh menggetarkan jiwa dan menundukkan hati kita, menahan rasa malu di hadapan keagungan akhlak Rasulullah dalam memberikan pelayanan ini. Abu Ya’la al-Hakim dan ath-Thobarani meriwayatkan bahwa Sahal bin Hanif ra berkata: ”Rasulullah saw mengunjungi orang-orang muslim yang lemah, menziarahi mereka, menjenguk yang sedang sakit, dan mengantarkan jenazah-jenazah mereka”. Abu Ya’la meriwayatkan bahwa Anas ra berkata: ”Apabila dari para saudaranya tidak terlihat dalam waktu tiga hari, Rasulullah saw menanyakan keadaannya. Jika dalam bepergian, beliau mendoakannya, jika ia tidak dalam bepergian, beliau mengunjunginya, dan bila ia sedang sakit, beliau menjenguknya”.
Di berbagai kesempatan, beliau selalu menawarkan pelayanan. Bila berjumpa dengan seseorang, beliau tak pernah lupa menawarkan pelayanannya seraya berkata: Alaka haajah? Apa yang bisa saya bantu, apa yang engkau perlukan? Dalam hal kerendahan hati, beliau tak ingin kedudukannya diperlakukan secara berlebihan. Ketika seseorang berkata kepadanya: ’Engkau adalah sayyid (tuan) kami, beliau menjawab: ”Sayyid itu hanyalah Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi”. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhori dari Umar ra, Rasulullah saw bersabda: ”Janganlah kamu memuliakan aku melebihi batas sebagaimana Nasrani memuliakan Isa bin Maryam. Aku ini hanya seorang hamba (pelayan) (fa innama ana ’abdun), maka katakanlah olehmu hamba Allah dan Rasulnya (’abdullah wa rasuluhu).
Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa Ibnu Umar berkata: ”Bila selesai sholat subuh berjamaah, Rasulullah menghadapkan wajahnya kepada jamaah dan bersabda: ”Apakah di antara kalian ada yang sakit, yang perlu aku jenguk? Jika mereka menjawab ”tak ada”, beliau bersabda: ”Adakah di antara kalian ada jenazah yang harus aku antarkan?”
Beliau merasakan amanahnya sebagai utusan Allah, bukan sebagai raja atau pemimpin yang memiliki jarak dengan rakyatnya, tapi memandang amanah dalam bentuk tindakan pelayanan. Pemimpin itu pelayanan umat (al-Imam khodimul ummah, sayyidul qoum khodimuhum). Beliau memberikan teladan pada kita tentang artinya pemimpin sebagai orang yang sangat besar perhatiannya pada orang lain, bahkan tak ingin dirinya jadi beban. Beliau lebih lapar dari yang lapar. Ketika suasana dukacita, beliau menunjukkan sikap dukacita yang mendalam sebagai bentuk empati dan simpati kepada orang yang ditimpa kesusahan. Inilah bentuk kepemimpinan modern yang telah dicontohkan Rasulullah saw kepada umatnya. Gaya kepemimpinan yang melayani, berdasarkan keteladan, dan bahkan kepemimpinan pada nilai ruhiyah (spiritul leadership).
Dengan mengambil keteladanan Rasulullah saw, harusnya tiap pribadi muslim sangat bangga untuk melayani. Baginya melayani adalah keterpanggilan tugas dakwah. Ada beberapa prinsip yang harus kita pegang erat-erat dalam memberikan pelayanan ini, yaitu: 1. Melayani adalah ibadah, karenanya harus ada rasa cinta dan semangat membara dalam hati pada tiap tindakan pelayanan. 2. Memberi terlebih dulu sebelum menerima. 3. Mengerti orang lain terlebih dulu sebelum ingin dimengerti. 4. Bahagiakanlah orang lain terlebih dulu, kelak kita akan mendapat kebahagiaan melebihi apa yang kita harapkan. 5. Hargai orang lain sebagaimana kita ingin dihargai. 6. Lakukanlah empati yang sangat mendalam dan tumbuhkan sinergi. Wallaahu A’lam.