Muslimah Jangan Baper

Muslimah Jangan Baper

Masa remaja memang masa yang menyenangkan untuk bercengkrama bersama teman-teman. Khususnya di bangku Tsanawiyah dan Aliyah yang dijalani di Pondok Pesantren. Mau tidak mau, suka tidak suka, teman adalah ruang lingkup pertama dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tak ada lagi orang tua yang siap mendengarkan keluh kesah dan cerita setiap harinya. Bercengkrama dengan teman-teman dalam hitungan bulan dan tahun tentu akan melukiskan cerita sendiri yang tak terlupakan. Banyak memori yang akan terkenang saat remaja berlalu. Namun, masa remaja juga masa yang rentan konflik, di mana emosi dan perasaan seringkali mendominasi dibanding logika dan rasionalitas. Khususnya pada muslimah; (baca: santri putri).

 

Baper karena teman

Konflik di masa remaja bagi seorang santri putri tak jauh pada persoalan teman. Dari mulai tersinggung karena salah ucap, iri melihat teman punya tas atau baju yang lebih bagus, iri karena melihat teman lebih cantik, bertengkar karena antrian atau tugas piket harian, iri karena tidak dijadikan geng kamar atau geng kelas, bahkan yang juga sangat mungkin terjadi adalah bullying sesama angkatan atau kakak kelas.

Konflik ini dapat dipahami karena semua orang datang dari latar belakang yang berbeda. Pendidikan keluarga yang berbeda, status sosial berbeda, pendidikan dasar berbeda, dan juga daerah yang berbeda. Di sinilah biasanya terjadi yang namanya baper. Baper (bawa perasaan) adalah istilah generasi kini untuk menamakan orang yang mudah tersinggung, terbawa perasaan karena masalah sepele yang cenderung dibesar-besarkan. Saat konflik terjadi, baper pada diri muslimah remaja biasanya lebih mendominasi dibanding keinginan untuk menyelesaikan masalah. Sehingga terjadilah yang namanya; tidak betah karena tak cocok dengan teman sekamar, tak betah karena sering dibully teman sekelas, tidak betah karena sering dijauhi teman, dll.

Sejatinya, pondok adalah tempat terbaik untuk mengasah kemampuan sosialiasi bagi seorang muslimah remaja. Konflik yang baik adalah konflik yang diselesaikan, bukan yang dihindari. Konflik adalah satu keniscayaan dalam bersosialisasi. Tidak ada masyarakat tanpa konflik. Karenanya, jika perasaan dan emosi lebih mendominasi, ada baiknya mendiamkan diri terlebih dahulu untuk memberikan ruang pada perasaan yang sedang bergejolak. Sedih, marah, adalah hal yang lumrah terjadi pada perempuan, khususnya dalam kondisi berkonflik. Namun sedih dan marah yang membawa pada kebencian bukanlah sifat yang baik. Nabi Muhammad ﷺ bersabda : “Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw. yang telah bersabda: Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Setelah emosi mereda, jangan diamkan masalah berlarut-larut tanpa penyelesaian. Konflik sebaiknya dihadapi dan diselesaikan. Konfliklah yang mendewasakan diri seorang muslimah remaja dalam bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

 

Baper karena si-dia

Selain baper dalam hal pertemanan, yang paling rentan membuat muslimah baper adalah urusan lawan jenis. Masa remaja memang dipenuhi oleh hal-hal yang tak terduga. Apalagi era teknologi pada saat ini, begitu deras dihujani dengan informasi hiburan melalui media sosial yang sudah semakin tak terkontrol. Standar ketampanan lawan jenis diukur dengan ketampanan artis dan idol k-pop. Standar hubungan lawan jenis diukur dengan hubungan artis dan influencer, juga selebgram tanah air yang semakin tidak mengenal batasan. Inilah yang seringkali membuat adik-adik muslimah kita baper kalau disapa ikhwan, baper kalau di wassap ikhwan, baper kalau lihat ikhwan ganteng, atau baper ingin dikenal ikhwan, dll.

Rasa suka terhadap lawan jenis adalah fitrah yang diberikan oleh Allah kepada setiap manusia. Bahkan cinta adalah energi terbaik untuk menjalani kehidupan. Namun baper hingga jatuh cinta pada usia remaja sangatlah mungkin berubah di masa yang akan datang. Baperlah pada masanya. Nanti, bukan sekarang. Saat Allah sudah halalkan ikatan antar laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan. Simpanlah rasa suka dan kagum, karena bisa jadi baper saat ini hanya bersifat sementara. Tak perlu heboh dan gelisah jika baper ini melanda. Cukup ceritakan pada Allah Sang penggenggam hati, siapa tahu kelak Dia akan berikan sosok itu untukmu. Atau ceritakan pada orang tua jika sampai mengganggu proses belajar. Tidak perlu heboh cerita kepada seantero kelas atau kamar, atau bahkan sampai memberi tahu yang bersangkutan. Hati-hatilah pada baper sementara, jangan sampai di tahun-tahun kemudian air mata mengalir saat mendengar lagu Tulus yang lagi viral sekarang, ’Kukira kita akan bersama, begitu banyak yang sama,’ sampai ujung-ujungnya bergumam pasrah, “hati-hati di Jalan…”

Karenanya wahai muslimah, pilih-pilihlah dalam urusan baper. Hindarilah baper yang membawa pada kebencian antar teman atau baper karena do’i. Penuhilah masa remaja dengan baper positif yang dapat membawa perubahan yang lebih baik. Baper karena melihat teman seangkatan sudah menambah hafalan Al-Qur’an lebih banyak, Baper karena melihat teman sudah langganan juara lomba bahasa inggris dan matematika, atau baper karena melihat teman rajin bangun di sepertiga malam sedangkan yang lain masih tertidur lelap. Boleh baper asal jangan caper. Jadilah muslimah yang membanggakan orang tua dan agama. Wallahua’lam.

TAGS
Share This
WHATSAPP