
Arti Kejujuran Bagi Muslimah
Setiap kita pasti ingat kisah seorang anak perempuan yang menentang perintah ibunya untuk mencampurkan susu dengan air yang akan dijualnya. Perkataan itu tak sengaja didengar oleh Amirul Mukminin Umar Bin Khattab saat beliau sedang keliling ke rumah penduduk. “Tidak mungkin saya taat kepadanya di depan banyak orang tapi melanggar perintahnya saat tidak dilihat orang.” Begitu ucap sang anak di depan ibunya. Kisah ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Zaid bin Aslam dan dikutip oleh Abu Nu’aim Al-Ashfahany dalam bukunya yang terkenal Hilyatul Aulliya’ Wa Thabaqatul Ashfiya’.
Kisah ini sangat melegenda turun temurun dikisahkan dari generasi ke generasi, namun menariknya adalah, saat sang anak mengatakan hal tersebut tentu ia tidak akan berfikir dalam benaknya bahwa sang khalifah akan mendengar. Ucapan itu lahir dari kejujuran hati sang anak, dan kejujuran lahir dari akhlak yang sudah terkristal di dalam dirinya. Lalu apa arti kejujuran bagi seorang muslimah?
Kejujuran hati adalah cerminan akhlak mulia
Jujur secara bahasa adalah lawan dari dusta, sedangkan jujur dalam istilah adalah kesesuaian antara perkataan dan sikap. Kejujuran merupakan hal yang diperintahkan oleh agama. Allah berfirman dalam surat At-Taubah 119:
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur”
Atthabari mengatakan dalam tafsirnya, bahwa yang dimaksud ashshadiqin adalah orang-orang yang jujur dalam keimanannya pada Allah dan mengimplementasikannya dalam perkataan dan perbuatan, tak ada kemunafikan dalam dirinya yang mendustai keimanan tersebut. Karenanya, kejujuran bagi seorang muslimah merupakan cermin keimanan dalam hatinya, bentuk ketaatannya kepada Allah, dan refleksi dari akhlak yang mulia. Sumber kejujuran dalam diri seorang mukmin adalah keimanan pada Allah. Jika seseorang betul-betul beriman dan meyakini apa yang diperintahkan oleh Allah, ia tak akan berdusta, dan ia akan berusaha sebaik-baiknya bersikap jujur dalam setiap gerak-gerik aktifitasnya.
Kejujuran adalah bekal utama dalam menyiapkan generasi
Sebagai seorang muslimah yang diamanahi oleh Allah menjadi madrasah pertama dalam peradaban, maka kejujuran adalah bekal utama dalam menyiapkan generasi selanjutnya. Kejujuran seorang istri tercermin dalam ketaatannya pada suami, keikhlasannya dalam menerima nafkah, qanaahnya dalam menerima kelebihan dan kekurangan suami. Sedangkan kejujuran seorang ibu tercermin dalam niatnya mengasuh dan mendidik anak-anak, keikhlasannya membimbing anak-anak dengan segala problematikanya, dan tercermin dalam tingkah laku kesehariannya menghadapi emosi anak-anak. Seperti kisah sang anak perempuan yang menolak mencampur susu dengan air, ia kemudian dinikahkan dengan putra dari khalifah Umar, dan lahir dari rahimnya generasi yang juga taat pada Allah, yaitu Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz.
Bersikap dan berkata jujur dalam mencetak generasi, tak lepas dari tantangan, apatah lagi di zaman media sosial yang kini tanpa disadari bisa menjadi rujukan standar sosial dalam kehidupan. Standar pendidikan perempuan, standar harta kekayaan, standar gaya hidup, standar kesuksesan anak, dll. Oleh karena itu, kejujuran seorang muslimah dapat ditanamkan sejak dini hingga remaja melalui pendidikan keluarga dan sekolah, sehingga ketika dewasa nanti ia akan terbiasa.
Kejujuran menyelamatkan diri dan keluarga dari dunia akhirat
Nabi Muhammad SAW juga bersabda dalam haditsnya:
“Berbuat jujurlah kalian, sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa kepada syurga.” (H.R Bukhari dan Muslim).
Betapa kejujuran saat ini merupakan barang yang langka, mencari sosok yang jujur seperti mencari jarum dalam jerami. Dan jika kejujuran melekat pada diri muslimah maka ia diibaratkan sebagai mutiara yang berkilau. Mengapa kejujuran dapat membawa kepada kebaikan? Syaikh Utsaimin dalam syarahnya mengatakan, kejujuran diawali dengan kejujuran pada ucapan yang sesuai dengan fakta, kemudian pada perilaku, yaitu kesamaan antara perilaku dengan apa yang ia yakini. Konsekuensi kejujuran dalam perilaku dan perkataan akan menghasilkan banyak kebaikan, dan akumulasi kebaikan akan membawa seseorang kepada syurga.
Karena itu, kejujuran harus dimulai dari setiap individu muslimah, karena ia akan melahirkan keluarga yang jujur dan dapat menyelamatkan dari dunia dan akhirat. Seperti pesan Abdullah bin Umar R.A;
“Tinggalkanlah apa-apa yang tidak bermanfaat, janganlah berbicara yang tiada manfaatnya, dan jagalah lisanmu sebagaimana kau menjaga dirhammu.”
Oleh Maryam Qonitat (Alumni HK Angkatan 9)