
BELAJAR BERNIAGA DARI ORANG QURAISY
Oleh : Firdaus, S.Pd.I.
Sejarah mengungkapkan sebuah suku yang Allah muliakan dengan kehadiran seorang Nabi penutup yaitu Quraisy. Sebuah suku dari keturunan Nabi Ibrahim a.s melalui putranya, Nabi Ismail as. Semua berawal kala Nabi Ibrahim a.s meninggalkan sayyidah Hajar dan bayi Ismail di sebuah tempat tandus dan tak berpenghuni. Tempat tersebut yang sekarang menjadi pusat peribadahan umat Islam di dunia yang dikenal dengan kota Makkah Al-Mukarromah. Keturunan Nabi Ismail menjadi tokoh-tokoh yang dihormati dan memimpin penduduk Makkah. Salah satu di antara mereka adalah Fihr bin Malik yang dikenal sebagai sosok pandai sehingga dijuluki dengan sebutan Quraisy yang artinya cerdas. Dan sejak saat itulah keturunan Fihr bin Malik dikenal dengan keturunan Quraisy dan menjadi sebuah suku yang disegani di Makkah. Dari suku Quraisy inilah Nabi Muhammad SAW terlahir dan memimpin umat.
Kota Makkah yang tandus menjadi salah satu alasan warganya berniaga untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Suku Quraisy merupakan suku yang paling dikenal menguasai perdagangan di kota Makkah. Hal ini tak lepas dari sejarah bahwa Makkah ramai karena dulu disinggahi oleh para pedagang Yaman. Mereka datang untuk sekedar beristirahat dan meminta minum dari air zam-zam kepada nabiyullah Ismail a.s. Maka Nabi Ismail dan keturunannya mulai mengenal dan melakukan perniagaan. Bahkan Fihir bin Malik membuka jalur perdagangan domestik dan membuka pasar di kota Makkah. Jalur perdagangan rutin yang dilakukan orang-orang Quraisy adalah ke wilayah Syam di musim dingin dan Yaman di musim panas. Sebagaimana termaktub dalam surat Quraisy ayat 2;
اٖلٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ الشِّتَآءِ وَالصَّيۡفِۚ
“(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.”
Yaitu kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin ke Yaman dan musim panas ke Syam untuk berniaga guna memenuhi kebutuhan hidup mereka di Mekah untuk berkhidmat merawat Kakbah dan melayani para peziarah, suatu hal yang menjadi kebanggan mereka atas kabilah-kabilah lain.
Perniagaan yang dilakukan suku Quraisy tidaklah hanya sekedar transaksi jual beli. Mereka melakukan jual beli juga untuk memelihara nama baik suku Quraisy. Para pedagang selalu memelihara nama baiknya sehingga dapat kepercayaan yang penuh dari pelanggannya. Mereka berusaha tidak dusta atau menipu dalam jual beli, tidak pernah menyalahi janji atau menimbun barang-barang yang dibutuhkan banyak orang. Selain kejujuran yang tak kalah penting adalah memahami medan perjalanan dan iklim wilayah yang mereka tuju untuk berdagang. Pilihan wilayah Yaman ketika berdagang di musim dingin, karena wilayah tersebut tetap hangat. Sedangkan wilayah Syam dipilih sebagai tujuan berdagang di musim panas, karena wilayah tersebut sejuk saat musim panas.
Orang-orang Quraisy yang berdagang memiliki keahlian untuk memahami budaya dan bahasa tempat-tempat tujuan dagang. Keahlian tersebut membuat mereka lebih mudah untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri di negeri luar. Hal ini pulalah yang membuat Islam tersebar di berbagai penjuru dunia melalui para pedagang arab. Para sahabat dan ulama selanjutnya pun memanfaatkan perdagangan sebagai wasilah dalam berdakwah. Kemampuan bahasa menjadi suatu yang penting agar perdagang dan pesan-pesan dakwah mudah diterima.
Rasulullah saw sebagai uswah hasanah memberikan contoh sukses sebagai pedagang. Setiap usaha perdagangannya selalu mendapatkan keuntungan tanpa ada kecurangan dan kedustaan. Akhlaq mulia ini pulalah yang membuat Khadijah binti Khuwailid tertarik pada pribadi Rasulullah dan bersedia menjadi istri beliau. Para sahabat di sekitar Rasulullah khususnya yang berasal dari Quraisy juga adalah para pedagang yang handal. Khadijah, Abu Bakar, Utsman bin Affan, serta Sahabat Abdurrahman bin Auf adalah para pedagang yang kekayaannya melebihi yang lainnya. Mereka memanfaatkan harta dari hasil perdagangannya untuk membela dan memperjuangkan Islam.
Keuntungan dalam perdagangan digambarkan oleh Rasulullah : “Dari sepuluh pintu kekayaan, maka sembilan di antaranya adalah melalui perdagangan.” Ini pulalah yang memotivasi para sahabat ketika mereka ingin berlomba dalam berinfaq, karena bagaimana mereka akan berinfaq jika sedikit harta yang dimiliki. Hal lain yang bisa kita renungkan adalah sebuah ungkapan; “Jangan malu untuk berdagang, karena Rasulullah adalah pedagang”. Berdagang bukan hanya sekedar cara mencari penghidupan tapi merupakan sunnah yang pastinya berpahala. Berdagang dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat, namun juga selalu berinovasi menyesuaikan dengan zaman.